Mengapa aktifitas terorisme di Indonesia seakan beranak pinak, bahkan bermetamorfose menjadi petualang teroris yang sulit diberantas? Benarkah, kesalahan terjemah Al-Qur’an versi Departemen Agama RI, berkontribusi besar menyemai bibit terorisme ?
Berikut analisa ayat per ayat yang akan dijelaskan oleh Irfan S Awwas yang diduga bisa menimbulkan pemahaman yang radikal bila diterjemahkan secara harfiah begitu saja kepada orang awan
Pertama, “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah)….” (Qs. 2:191)
Kata waqtuluhum , yang diterjemahkan bunuhlah, dalam bahasa Indonesia berkonotasi individual, bukan antar umat Islam dengan golongan kafir.
Jelas, terjemah harfiah semacam ini sangat membahayakan hubungan sosial antar umat beragama. Seolah-olah setiap orang Islam boleh membunuh orang kafir yang memusuhi Islam di mana saja dan kapan saja dijumpai.
Kalimat
“bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka” dapat dipahami bahwa membunuh musuh di luar medan perang dibolehkan. Jika pemahaman ini diterjemahkan dalam bentuk tindakan, maka sangat berbahaya bagi ketenteraman dan keselamatan kehidupan masyarakat, karena pembunuhan terhadap musuh di luar medan perang sudah pasti menciptakan anarkhisme dan teror. Dan ini bertentangan dengan syari’at Islam. Oleh karena itu terjemahan yang benar, secara tafsiriyah adalah:
“Wahai kaum mukmin, perangilah musuh-musuh kalian di mana pun kalian temui mereka di medan perang dan dalam masa perang. Usirlah musuh-musuh kalian dari negeri tempat kalian dahulu diusir…”
Kedua, pada tarjamah harfiyah Depag:
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan.” (Qs. 9:5).
Kesalahan yang sama juga ditemukan pada terjemah Qs. 9:29. Apabila orang yang tidak memahami ajaran Islam, mengamalkan ayat ini sesuai terjemah Qur’an Depag, niscaya dapat mengancam hubungan sosial Muslim dengan Non muslim. Karena, setelah lewat bulan-bulan haram, yaitu bulan Sya’ban, Dzulqa’idah, Dzuhijjah dan Muharram, setiap orang dapat berbuat sesuka hatinya untuk membunuh siapa saja yang dianggap musuh Islam dari golongan musyrik, baik di Makkah maupun di luar Makkah.
Padahal, perintah dalam ayat ini adalah untuk memerangi kaum musyrik di kota Makkah yang mengganggu dan memerangi Rasulullah Saw. dan para sahabat. Jadi, bukan perintah membunuh, tetapi memerangi. Membunuh dapat dilakukan oleh perorangan tanpa perlu ada komando dan pengumuman kepada musuh. Sedangkan perang wajib terlebih dahulu diumumkan kepada musuh dan dilakukan di bawah komando khalifah atau kepala negara.
Maka terjemah tafsiriyahnya adalah:
“Wahai kaum mukmin, apabila bulan-bulan haram telah berlalu, maka perangilah kaum musyrik Makkah yang tidak mempunyai perjanjian damai dengan kalian di mana saja kalian temui mereka di tanah Haram. Perangilah mereka, kepunglah mereka, kuasailah mereka, dan awasilah mereka dari segenap penjuru di tanah Haram. Jika kaum musyrik Makkah itu bertobat, lalu melakukan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya.
Ketiga, tarjamah Harfiyah Depag: « Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”. (Qs. 29:6)
Kata jihad secara umum berkonotasi ofensif, menyerang pihak lain. Padahal ayat ini turun pada fase Makkah, bersifat defensif, belum diperintahkan menyerang pihak lain yang memusuhi Islam. Karena itu, kata jihad dalam ayat ini harus dibatasi pengertiannya secara khusus, yaitu berjuang menegakkan agama Allah dan bersabar melawan hawa nafsu.
Bila kata jihad pada ayat ini dipahami sebagai tindakan ofensif, menyalahi fakta sejarah Nabi saw. di Makkah, dan bisa menimbulkan sikap agresif kepada kalangan Nonmuslim dalam masyarakat.
Maka tarjamah tafsiriyahnya: “Siapa saja yang berjuang menegakkan agama Allah dan bersabar melawan hawa nafsunya, maka ia telah berjuang untuk kebaikan dirinya sendiri. Sungguh Allah sama sekali tidak membutuhkan amal kebaikan semua manusia. ”
Adalah penting disadari, bahwa maraknya berbagai aliran sesat yang mengatasnamakan agama, berupa radikalisme, termasuk liberalisme, dan tekstualisme, dikhawatirkan sebagai dampak negatif dari penerjemahan Al Qur’an yang salah ini.
Maka, kewajiban pemerintahlah mengoreksi dan meluruskan terjemah Al-Qur’an ini, dan menghentikan peredaran Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan Depag; supaya mereka yang anti Qur’an tidak mempersepsikan ayat-ayat di atas sebagai pemicu terorisme. Dan bagi generasi Muslim militan, tidak memosisikan ayat tadi sebagai pemebenaran atas tindakan teror yang marak di negeri ini.
Sumber :
https://m.arrahmah.com/read/2011/04/25/12054-menelisik-ideologi-teroris-dalam-terjemah-quran-depag.html
0 Komentar untuk "Keliru Menterjemahkan Ayat Al Qur'an Ini Bisa Picu Faham Radikal"